Rabu, 06 Januari 2010

Tugas Jurnal Kimia Bahan Alam Januari 2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya.

Para kimiawan pada akhir abad ke delapan belas mulai mengakhiri kepercayaan dari dunia mitos ke ilmu pengetahuan modern, dan diantara para ilmuwan sangat antusias untuk menguak sifat-sifat sebenarnya dari bahan ekstrak yang diperoleh dari alam. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka perkembangan kimia bahan alam tidak dapat diragukan lagi hingga sekarang. Berbagai cara analisis preparatif atau pemisahan telah diketemukan dan dikembangkan, mulai dari metoda kromatografi yang meliputi: kolom kromatografi, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas, kromatografi cair bertekanan tinggi, pertukaran ion dan sebagainya. Metoda-metoda tersebut memungkinkan untuk mengisolasi senyawa-senyawa yang jumlahnya sangat kecil.

Sudah kelaziman dalam proses isolasi ini untuk membedakan antara senyawa metabolit primer dan metabolit sekunder. Para peneliti pendahulu berpendapat bahwa fotosintesis menghasilkan senyawa yang sederhana dan terdistribusi luas yang memiliki berat molekul rendah seperti asam karboksilat pada daur krebs, asam-asam amino, karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa-senyawa itu pada umumnya dipandang sebagai domain bagi para biokimiawan. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa awal atau senyawa induk atau dikenal sebagai precursor untuk metabolit sekunder.

Pada saat sekarang kimia bahan alam terutama tertuju pada pembentukan struktur dan sifat-sifat metabolit sekunder. Pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang tajam antara “metabolit biokimia” (metabolit primer) dengan metabolit sekunder.

Setiap makhluk hidup terutama tumbuhan yang merupakan obyek umum dari kimia bahan alam mempunyai dua garis besar ragam senyawa organik. Metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer dihasilkan oleh semua tumbuhan seperti yang telah dijelaskan diatas. Sedangkan metabolit sekunder dihasilkan oleh jenis spesies tertentu dengan fungsi antara lain; mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang ekstrim, penarik seksual, anti biotika dan alelopati. Jenis-jenis dari senyawa metabolit sekunder ini adalah; senyawa golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid,steroid, senyawa-senyawa fenolik dan saponin.

1.2 Tujuan Penulisan

Dengan penulisan makalah ini secara umum kita dapat memahami bagaimana cara mengisolasi dan melakukan pemurnian senyawa metabolit sekunder yang sebagai contoh adalah senyawa “quercetin” yang diisolasi dari Citrulllus colocythis (Linn.) Schrad yang merupakan golongan flavonoid.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Senyawa Metabolit Sekunder Golongan Flavonoid

Menurut perkiraaan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tetumbuhan (atau kira-kira 1 X 109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya (Smith, 1972). Sebagian besar tanin berasal dari flavonoid. Jadi, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar di alam. Sebenarnya, semua flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah dapat ditemukan dalam setiap telaah ekstrak tumbuhan (K.R.Markham, 1988).

Flavonoid adalah sebuah kelompok yang berisikan sekitar 4000 senyawa poliphenolik alami, secara bisa ditemukan dalam bentuk makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. (Harbone, 1986). Kebanyakan darinya diidentifikasi sebagai pigmen yang memberi warna daun, terutama sekali di saat musim gugur. Flavonoid secara luas ditemukan pada buah-buahan, sayuran, biji, jamu-jamuan, rempah-rempah, batang bunga, bunga terutama pada teh dan anggur merah. Biasanya pembagian-pembagian ini dikelompokkan berdasarkan Subtituen dalam flavanol (kaemferol quercetin), anthocyanins, flavones, flavonones, dan chalcones. Senyawa-senyawa falvonoid ini mempunyai fungsi yang sangat istimewa dalam aksi-aksi bersifat biokimia dan farmakologi. Antara sebagai anti peradangan, antioksidan, anti alergi, hepatoprotektif, antitrombotik, antivirus dan anti aktivitas karsinogenik (Middleton dan Kandaswarni, 1993)

Senyawa ini mempunyai daya guna yang penting untuk membentengi diri dari patogen dan predator dan berkontribusi pada fungsi-fungsi physiologi seperti pertumbuhan benih dan keadaan tidur musim dingin pada hewan tertentu. (Whinkel-Shirley, 2002) Senyawa ini disintesis dari phenyl propanoid dan asetat sebagai prekursornya. Flavonoid sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia bisa digunakan sebagai antioksidan dan pencegah dari pengaruh efek radikal bebas yang berpotensi estrogenik dan anti kanker (Springob dan Saito, 2002)

2.2 Pengenalan Quercetin

Quercetin yang didapatkan ini merupakan kelompok pigmen tanaman yang disebut flavonoid yang memberi warna pada banyak buah-buahan, bunga-bunga dan sayur-sayuran. Quercetin berfungsi sebagai anti peradangan, antioksidan dan antikanker (Lamson dan Brignale, 2000). Citrullus colocynthis (Linn). Shrad (Cucurbitaceae), merupakan salah satu dari tanaman obat yang ditempat asalnya dikenal dengan nama Tumba atau Indrayan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Material dan Metode

In vivo

Bagian-bagian berbeda dari Citrullus colocynthis (Linn). Shrad (daun, tangkai bunga, buah dan akar) dikumpulkan dalam keadaan kering, lalu ditepungkan dan digunakan untuk ekstraksi secara invitro memakai tissu sampel.

In vitro

Selama 6 pekan jaringan tua callus (callus diambil dari buku ruas bekas tanaman)dari C itrullus colocynthis (Linn) ditumbuhkan dengan Medium MS yang dilengkapi dengan BAP (2.0 mg/l) dan NAA (2,0 mg/l) dikeringkan di oven pada suhu 1000 C selama 15 menit. Untuk mengaktifkan enzim, teruskan pada suhu 600 C sampai didapatkan berat kostan. Jaringan sampel di tepungkan dan digunakan untuk ekstraksi.

3.2 Prosedur Ekstraksi

Fraksi III dari setiap sampel telah dihidrolisis dengan cara merefluks dengan H2SO4 (10ml/gm residu) selama 5 jam. Campuran ini lalu disaring dan filtratnya diekstraksi dengan etil asetat menggunakan corong pisah. Lapisan etil asetat lalu dicuci sampai netral dengan air terdistilasi sampai netral dan dikeringkan secara in vacuo.residunya yang sangat kecil jumlahnya ditangkap dengan etanol akan terpisah sendiri dan kemudian dijadikan sebagai bahan uji yang sangat penting untuk quercetin.

(i) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pelat gelas (20x20 cm) dilapisi dengan silika gel 'G' (dengan 0,2-0,3mm/ 60 ml air terdistilasi) yang dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering diaktifkan Pada suhu 1000 C selama 30 menit di dalam oven kemudian didinginkan pada suhu kamar. Etil eter dan etil asetat terfraksi dari setiap sampel terpisah kira-kira 1 cm dari pinggir pelat berdampingan dengan standar referensi dari quercetin. Pelat gelas (kaca) yang berupa kotak yang tembus pandang kromatografi yang bisa memuat kira-kira 200 ml pearut yang merupakan campuran antara n-butanol, asam asetat dan air dengan perbandingan (4:1:5 dalam lapisan v/v).

Contoh campuran pelarut lainnya adalah etil asetat dalam asam asetat dengan air (6:4 v/v) dan sistem forestal (asam asetat, dalam asam HCl, air, 10:3:30 v/v juga bisa digunakan). Campuran pelarut n-butanol, asam asetat dan air (4:1:5 v/v) juga menghasilkan hasil yang memuaskan ketika diadakan pengujian dengan sampel yang ada.

Pelat pengembang harus kering dan bisa dilihat di bawah cahaya lampu UV yang akan memperlihatkan fluorisensinya pada fraksi II dan III yang secara langsung dapat dibandingkan dengan standarnya (berwarna biru, Rf 0,82).

Pelat kemudian di letakkan dalam kotak kromatografi dengan uap amonia untuk memperlihatkan warna nodanya (warnanya kuning pekat) dan pelat itu kemudian semprot uap I2 akan memperlihatkan warna noda (Kuning kecoklatan) pelat pengembang ini lalu disemprot dengan etanol fericlorida 5% untuk memperlihatkan warna nodanya (untuk kedua fraksi II dan III). Nilai Rf dapat dihitung dari sampel yang diisolasi dibandingkan dengan standardnya.

(ii) Kromatografi preparatif Lapis Tipis (PTLC)

Pelat kaca (20x20 cm) dilapisi dengan lapisan tipis (0,4-0,5 mm) Silika gel 'G" (45 gm/80 ml air). Dan diaktifkan pada suhu 1000 C selama 30 menit dan dan didinginkan pada suhu kamar, yang nantinya akan dipakai untuk PTLC. Ekstrak kedua fraksi (II dan III ) diletakkan pada pelat yang berbeda bebas dari air dan bisa divisualisasikan pada cahaya lampu UV.

Semua noda fluoresensi apabila dibandingkan dengan standar quercetinnya akan nampak menyolok sekali. Noda itu akan terpisah dengan baik sepanjang silika gel 'G' yang dielusi dengan etanol. Lalu hasil elusinya dapat dikristalkan dengan menggunakan kloroform. Kemurnian senyawa yang didapat dapat dilihat dari hasil analisis spektra Irnya. Senyawa yang disolasi dapat ditentukan dengan menggunakan kolorimetri dan sepktra infra merah. Lalu senyawa murni yang didapat dapat dianalisa dengan HPLC ( pelarut air, kolom-mikroprasil, 80% heksan dan 20% etil asetat, etil asetat, grafik spektranya berkisar 1 cm/menit, 0,5 ml/ menit terdeteksi pada UV pada gelombang 254 nm).

3.3 Hasil

Ketika pelat pengembang di semprot dengan etanol feri klorida 5% akan memperlihatkan titik noda yang bila dibandingkan dengan quercetin standar (biru keabu-abuan, gambar A), ketika pelat dimasukkan ke kotak yang mengandung uap amonia akan memperlihatkan warna quercetin kuning pekat. Nilai Rfnya akan sama dengan nilai Rf dari quercetin standarnya.

Pelat pengembang di bawah cahaya lampu UV akan menampilkan fluoresensi noda pada fraksi II dan II yang dibandikan dengan sampel standar (berwarna biru). Karakteristik puncak spektra Irnya akan di temukan hampir sama dengan perspektif dari standar senyawa quercetin (gmb.D). Ketika di isolasi quercetin menggunakan HPLC, menunjukkan waktu retensi 3.475 min seperti yang ditunjukkan pada gambaran stadar quercetin (Gbr. B&C).

BAB IV

DISKUSI

4.1 Peranan Senyawa Flavonoid Terutama Quercetin Dalam Kehidupan Manusia

Lebih dari 2000 flavonoid yang dilaporkan baik untuk tumbuhan berkayu atau pun tidak berkayu.(Harbone, 1980). Biosintesis, teknik isolasi dan kromatografi preparatif (Casteel dan Wender, 1953). TLC, UV, spektra IR meningkatkan pemahaman dalam dimensi yang baru mengenai sifat-sifat kimia flavonoid dan mengetahui lebih mendalam betapa pentingnya senyawa ini secara taksonomi (Smith, 1969). Saat ini flavonoids dilaporkan bisa didapatkan dari spesies seperti , Lycium barbarum (Harsh ,et al.,1983); passiflora plamer (Ulubelen et al., 1984); Cassia angustifolia (Goswani dan Reddi, 2004); Jatropa curcas L. (saxena et al., 2005). Quercetin juga juga dilaporkan didapatkan dari berbagai spesies tanaman seperti Cicer arietenum Linn (Jain et al., 2007).

Seperti yang dijelaskan diawal, quercetin dapat dijadikan sebagai anti peradangan, antioksidan, dan anti kanker, isolasi dan ekstraksi senyawa ini dapat dilakukan secara invivo(daun, tangkai bunga, buah dan akar) dan invitro menggunakan jaringan keras dari Citrulluscolocynthis dan hasilnya ditingkatkan dengan penambahan elicitor pada kulturnya, yang dapat meningkatkan produksi senyawa yang berguna bagi pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Cetak

Hanson,J.R.2003. Natural Products: the Secondary Metabolites. The Royal Society of Chemistry, London

Lutfan,N. 2007. Kimia untuk Kimia Farmasi. Jhon Wiley and Sons Ltd, London,

Markham,K.R. 1988. Cara mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB, Bandung

Sostro, H. 1966. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press, Yogyakartar

Jurnal

1. Isolation and Identification of flavonoid “Quercetin” from Citrulllus colocythis (Linn.) Schrad by Mahessh Chand Meena and Vidya Patni University of Rajashtan India